Kepopuleran karya Mulyana ternyata membuat tidak sedikit orang mempertanyakan eksistensinya. Terlebih, Mulyana yang baru empat tahun berada di Yogyakarta, sudah menjadi Commissioned Artist di Artjog 2018.
Padahal, Mulyana sendiri tengah bersiap memperingati 10 tahun berkarya, termasuk seni rajut kecintaannya. Ditemui di rumah kreatifnya di Kota Yogyakarta, Moel, sapaan akrabnya, membagikan kenangan 10 tahun perjalanannya sebagai seniman rajut.
Setelah menggelar pameran tunggal di Kedai Kebun pada 2012, Moel mengaku sempat ragu menjalani profesi di dunia seni. Terlebih, kala itu, karya-karya yang dipamerkannya hanya laku terjual satu buah.
Lulusan Pondok Pesantren Gontor dan Seni Rupa UPI Bandung itupun memutuskan kembali ke Bandung, membantu usaha orang tuanya. Namun, Moel masih penasaran, dan memilih untuk berjuang kembali sebagai seniman.
“Nah 2014 aku dapat residensi di Nafas Residensi, setelah keterima minta izin orang tua, terus dari situ sudah tinggal di Yogyakarta,” kata Moel saat berbincang dengan Republika.co.id di pekarangan rumah kontrakannya, Sabtu (30/6).
Pada 2015, Moel coba-coba mengajukan diri untuk tampil di Artjog, festival populer bagi seniman-seniman Yogyakarta. Ternyata, bukan lagi diterima untuk tampil, karya Moel sukses menarik penikmat seni di Artjog kala itu.
Dari kisah itu saja, sebenarnya keraguan orang-orang terhadap eksistensi Moel sudah bisa terjawab. Sebab, bagi pelaku atau sekadar penikmat seni yang rajin menyambangi Artjog, tentu sudah mengenal atau mendengar nama Mulyana Mogus.
Terlebih, tidak banyak laki-laki yang mendalami seni rajut, dan mampu menghasilkan karya yang mengagumkan seperti Moel. Setelah karya-karyanya jadi rebutan, Moel rutin mengikuti gelaran Artjog yang pada 2018 sudah memasuki usia 11 tahun.
Moel mengungkapkan, instalasi bawah laut yang diciptakannya di Artjog 2018 memang jadi yang terbesar yang pernah dibuatnya. Membuatnya melibatkan 70 ibu-ibu, 4.000 gulung lebih benang, dan membutuhkan waktu lebih dari enam bulan.
Dimulai sejak Desember tahun lalu, lebih dari 20 macam-macam komponen laut yang telah dibuatnya di Sea Remembers. Keyakinan sejak memulai pembuatannya membuat Moel mengaku biasa saja begitu banyak pasang mata yang mengagumi karyanya.
“Perasaan, sebenarnya biasa saja,” ujar Moel sambil tertawa, lalu menyalakan rokok kretek yang sudah dikeluarkannya dari bungkus sejak awal perbincangan.
Instalasi bawah lautnya sendiri ternyata berasal dari pengembangan Mogus, tokoh monster gurita yang menjadi kegemarannya. Di rumah kreatifnya saja, mungkin seribuan lebih rajutan Mogus yang sudah diciptakannya.
Bagi Moel, Allah SWT begitu luar biasa menciptakan dunia ini. Semakin ke dalam laut semakin menakjubkan ciptaan-Nya yang dapat dilihat. Bahkan, kebalikan dari di darat, semakin buruk sesuatu di bawah laut semakin unik dilihatnya.
Namun, melihat kondisi saat ini, ia sadar apa yang diciptakannya dapat menyampaikan pesan lebih demi melahirkan kesadaran pelestarian laut. Selain itu, mengangkat tema laut dirasa sejalan pembangunan di Yogyakarta yang makin mengarah ke selatan.
Selama enam bulan lebih, banyak kreasi-kreasi yang sebenarnya hasil perubahan atau diciptakan melalui sejumlah ketidaksengajaan. Tapi, walau tidak menggunakan sketsa, rajutan-rajutan yang dibuatnya memiliki hitungan dan ukuran pasti.
Beruntung, ia dibantu ibu-ibu. Tanpa bantuan itu tidak mungkin karyanya selesai. Bagi Moel, itulah kelebihan tersendiri Yogyakarta. Kota yang orang-orangnya terbiasa bekerja sama menghasilkan seni.
“Tapi tidak pernah aku target, aku nggak bisa maksa, dulu pernah ditarget hasilnya kacau, makanya saya mendingan dibanyakin saja orangnya, hasilnya nggak asal-asalan, jadi aku yang ikuti ibu-ibu,” kata Moel.
Karenanya, Moel mengaku kerap kesal dengan galeri-galeri yang suka memberikan target, dan tidak memahami kesulitan membuat karya-karya seni. Ia merasa, pemahaman itu yang harus dimasyarakatkan lagi agar orang memahami prosesnya.
Mendapat sokongan dana dari Museum Macan, instalasi bawah laut itu menghabiskan biaya lebih dari setengah miliar rupiah. Moel bersyukur, apa yang dilakukannya bisa memberi manfaat bagi orang lain, terutama puluhan ibu-ibu yang dibinanya.
Saat ini, Moel tengah bersiap menerbitkan buku mulai karya-karya monster guritanya dengan tajuk The Mogus Colony, dan satu buku lain tentang perjalannya selama 10 tahun sebagai seniman rajut.
Selain itu, Moel akan menggelar pameran tunggal di Selasar Sunaryo, yang akan menutup tajuk Mogus ciptaannya. Setelah itu, ia berencana menciptakan dan menghasilkan karya-karya dengan tema-tema yang lain.