Cantiknya, Panorama Bawah Laut dari Karya Rajut
February 18, 2020
“ME & MY MONSTER” – Pameran Hasil Karya Peserta Workshop Mulyana (Bandung)
February 18, 2020

The Mogus Multiple Hands – Panorama Dasar Samudra dalam Bingkai Seni Rajut

Pameran TMMH yang notabene merupakan manifestasi karya seni rupa rajut tersebut diselenggarakan di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, pekan lalu.

Menikmati pesona dunia bawah laut, tidak perlu harus menyelam dengan alat bantu pernapasan. Benda-benda yang terletak jauh di dasar laut, bahkan bisa dilihat dari dekat. Hal ini tampak pada karya seni yang menggambarkan suasana kehidupan makhluk laut, pada pameran TMMH.

Senimannya seperti memindahkan dunia air yang beraneka warna dan bentuk pada ruang yang ditata sedemikian rupa, sehingga memesona. Penonton merasa bak berada di dalam akuarium, dan bisa bebas menikmati keindahannya.

Hal ini diwujudkan Mulyana, seniman yang memang mengagumi dunia bawah laut, dan punya keahlian dalam rajutan dan crochet. Dari sini, dia membawa keinginan mengangkat pemandangan dunia air yang menakjubkan, namun dianggap dia luput atau tersembunyi dari amatan orang lain, bisa dilihat dengan cukup mudah.

Menjadi seorang seniman yang eksis menggunakan teknik rajutan dalam berkarya menjadi tantangan tersendiri. Sama halnya dengan seniman Mulyana yang kini berdomisili di Yogyakarta.

“Saya sebenarnya sudah merajut sejak 10 tahun lalu. Banyak orang bilang, baru 4 tahun pindah ke Yogyakarta kok sudah jadi commissioned artist dan namanya terangkat, padahal nggak banyak yang tahu kalau saya sudah 10 tahun merajut,” ujar Mulyana.

Awalnya, alumnus Pendidikan Seni Rupa UPI Bandung itu menyukai praktik seni yang berbentuk modular. Selama berkuliah, ia mengisi waktu akhir pekan dengan bekerja di Tobucil yang pada akhirnya membawanya konsisten merajut.

Saat kerja di Tobucil, ia belajar membuat origami modular. Namun, material kertas yang rapuh itu membuatnya berpindah ke gulungan wol.

“Dari satu benang bisa jadi bentuk apapun. Dan senangnya itu bisa aku bawa ke mana-mana, nggak rapuh, nggak langsung rusak kalau kena hujan. Akhirnya aku nggak milih pakai origami lagi,” tuturnya.

 

Menebarkan Virus Bahagia

Pameran tunggal pertamanya yang berjudul Mogus World pada 2012 mendapatkan perhatian publik. Kurator beragam galeri sampai awak media menyambangi eksibisinya kala itu.

“Aku juga kaget banyak yang datang, media juga nyebut aku seniman pria yang merajut dan jadi hal langka,” lanjut Mulyana.

Lewat karya-karyanya yang terinspirasi dari dunia bawah laut, Mulyana kian menebarkan virus bahagianya teknik rajutan. Merajut pula bisa menjadi media penyembuhan.

Apa yang dibayangkan tentang dunia bawah laut yang ada jauh di bawah permukaan tanah? Biota laut yang eksotik, terumbu karang nan indah, atau hal-hal tersebut yang masih menjadi misteri?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dilontarkan Mulyana. Lewat karya seni instalasi, alumnus Pondok Pesantren Gontor itu menampilkan segala hal yang terjadi di bawah laut.

Ada terumbu karang yang cerah dan tampak warna-warni, ada yang berwarna abu. Ada ikan-ikan berwarna kuning yang digantung hingga ke langit-langit. Di sisi lainnya, tulang belulang ikan paus tampak mati.

Menurut Mulyana, dunia bawah laut menjadi sebuah misteri. Keanehan dan keajaiban yang ada di bawah laut menjadi sumber inspirasinya dalam berkarya. Ia pun menghadirkan figur gurita yang menyerupai monster tapi hadir dengan aneka warna. Karakter tersebut dikenal sebagai The Mogus.

Karya seni instalasi Sea Remembers setinggi 9 meter dengan lebar 12 meter itu memukau pengunjung TMMH saat pembukaan dan akhir pekan pertama penyelenggaraan. Di bagian awal, pengunjung mendapati karya tersebut dan bebas memotretnya. Mulyana menceritakan sebenarnya ia menggarap karya yang terbuat dari rajutan itu selama 5 bulan lamanya.

“Ini 5 bulan tapi dibantu oleh 70 orang mengerjakan. Aku harus buat pattern, modul-modul kecil, dan banyak dibantu oleh komunitas rajut,” katanya.

Kerja borongan tersebut dinilai oleh Mulyana mampu mendatangkan berkah. Menurutnya, sebagai seorang commissioned artist yang didukung oleh Yayasan Museum MACAN di pasar seni terbesar se-Asia tersebut, komunitas rajut yang membantunya juga dibayar.

“Memang aku mencari barakah fii jamaah. Ada yang dibayar per-gulung, ada juga yang per-hari. Beda-beda tergantung tingkat kesulitannya,” tambahnya.

Sebelumnya, Mulyana telah menghadirkan figur-figur lain dari dunia bawah laut lewat pameran tunggal bejudul Mogus World di Bandung (2012). Lalu dikembangkan lagi di karya selanjutnya yang berjudul Imaginarium: Over the Ocean Under the Sea yang dipajang di Singapore Art Museum pada 2016.

 

Semangat Elastisitas Manusia

Mulyana memperkenalkan sosok gurita sejak 2008 yang dia beri nama si Mogus sebagai citra alter ego-nya. “Dari gurita, ada gagasan tentang perlunya melibatkan semangat elastisitas manusia untuk kenyamanan hidupnya,” katanya.

Dia mengangkat elastisitas gurita sebagai kritik terhadap sikap kaku yang kerap lahir dari bentrokan nilai-nilai masyarakat modern belakangan ini dalam merespons realitas yang berujung pada pemaksaan kehendak. Dari bentuk gurita pula, Mulyana ingin memainkan dan membalik stigma persepsi terhadap gurita yang sering diidentikkan dengan si jahat (water-demon), seperti dalam mitologi Yunani, Babilonia, Norwegia, dan Islandia.

Untuk memancing imajinasi penikmatnya, Mulyana membuat sekitar 30 karakter gurita yang dideformasi agar mirip monster, tapi tak menyeramkan. Dia membubuhkan empat mata, tanduk rusa, rambut, dan tentakel dalam jumlah yang lebih banyak. “Gurita dengan air adalah kehidupan yang misterius dan menenangkan, penuh warna, gejolak, dan bebas tanpa beban,” ujarnya.

Mulyana memakai teknik renda, rajut, dan yubiyami. Dia mengaitkan benang dengan teknik single crochet stitch secara melingkar terus-menerus hingga membentuk tabung silinder. Bentuk silinder ini menjadi bentuk dasar seluruh Mogus. Menurut dia, yang rumit adalah jika satu objek perlu kombinasi dua hingga tiga teknik rajutan.

Mulyana yang di kalangan seniman dikenal sebagai Bu Rajut atau Mul Mogus, ini secara tekun memakai teknik modular dengan merajut dulu komponen instalasi satu per satu, kemudian diisi dengan bahan dakron, akhirnya digabungkan satu sama lain dengan dijahit. “Setelah objek jadi, baru saya menciptakan karakter sikap, cerita, atau profesinya,” pungkasnya.

 

Sumber: koran-jakarta.com